Halo kak izin bertanya, tadi aku baru saja mengecewakan teman-teman kelompokku. Kami diberi tugas untuk presentasi online, perwakilan saja. Teman sekelompokku punya kesibukan semua. Sedangkan aku lagi punya waktu luang. Seharusnya aku yang inisiatif menjadi perwakilan. Tapi aku sedang punya problem dengan diri sendiri yang gabisa aku jelasin ke mereka. Aku juga ga percaya diri. Hingga akhirnya presentasi pun dilakukan oleh mereka. Padahal mereka juga sudah berkorban banyak sebelumnya. Aku bisa merasakan kekesalan mereka. Iya aku juga kalo jadi mereka kesel. Aku merasa bersalah banget. Aku merasa jadi beban banget. Merasa ngga berguna. Apalagi kontribusiku buat projek ini terbilang kecil. Aku gatau kalau besok ketemu mereka, sikapku harus gimana. Kondisiku akhir2 ini memang sedang berantakan sekali, tambah cemas memikirkan hal ini. Ya Allah..
Mohon pencerahannya kak, terimakasih banyak
Jawaban:
Dijawab oleh Alfira Chairunnisa, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, terima kasih ya kak karena sudah mau berbagi dan terbuka akan kondisinya. Saya turut berempati atas apa yang kakak alami, tentunya pengalaman dibully bukan hal yang mudah untuk dilewati sehingga bisa menimbulkan reaksi fisik tertentu sebagai tanda adanya luka psikologis di diri kita. Kalau saya berada di posisi kakak, sepertinya saya juga akan memilih untuk mengurung diri karena berbagai kondisi di luar yang dapat mengingatkan saya dengan pengalaman yang kurang menyenangkan di masa lalu. Namun perlu kita sadari, perilaku mengurung diri dalam waktu yang lama rentan untuk membuat kita terjebak dengan pikiran dan perasaan negatif, sehingga pada akhirnya dapat memicu pula perasaan kesepian dan tidak berdaya. Oleh karena itu adalah hal yang baik dan perlu keberanian untuk terbuka akan kondisi diri dengan orang lain seperti yang telah kakak lakukan.
Semoga dengan upaya ini bisa membuat kakak lebih mengenali kondisi diri dan mengetahui opsi-opsi yang bisa kakak lakukan agar dapat merasa lebih baik. Sebelum saya menjabarkan opsi tersebut, kita perlu menyadari bahwa kondisi pikiran, perasaan (emosi), dan perilaku kita sangat berkaitan satu sama lain. Terkait dengan pengalaman masa lalu tentunya tidak bisa kita ubah kembali, melainkan yang dapat diubah yaitu emosi negatif yang menyertai pengalaman tersebut. Oleh karena itu, ada tiga hal yang dapat kakak lakukan, yaitu: (1) meluapkan emosi negatif terkait pengalaman di masa lalu; (2) mengelola pikiran negatif; dan (3) aktivasi perilaku.
Untuk meluapkan emosi negatif bisa dilakukan dengan bercerita dan berkeluh kesah dengan orang yang dipercaya terkait pengalaman traumatis, menuliskannya di kertas, atau meluapkannya dengan cara menggambar bebas sesuai isi hati. Jika sedang berada dalam kondisi cemas, kakak juga dapat melakukan relaksasi pernapasan untuk membantu tubuh kita menjadi lebih rileks. Jika dirasa sudah siap dan lega, maka selanjutnya dapat mengelola pikiran negatif. Adanya pengalaman di masa lalu membuat kita lebih rentan untuk memiliki kecemasan atau kekhawatiran berlebih sebagai bentuk proteksi diri, sehingga wajar jika kakak terlintas pikiran negatif ketika melihat suatu perkumpulan. Namun kita perlu menyadari bahwa hal tersebut adalah bentuk proteksi diri dan tidak semua hal-hal yang kita pikirkan akan sesuai dengan kenyataan. Maka, kita perlu juga untuk membedakan mana pikiran-pikiran yang masih berupa asumsi atau sudah terbukti kebenarannya. Untuk itu, kakak dapat mencatat secara mandiri pikiran apa yang terlintas ketika mengalami situasi yang membuat cemas. Selanjutnya, menganalisa kembali apakah pikiran tersebut termasuk ke dalam kategori asumsi atau sudah terbukti kebenarannya. Seperti contoh, saya pernah memiliki pemikiran, “Orang-orang di tempat kerja ini tidak menyukai saya” karena melihat wajah rekan kerja yang terkesan cemberut ketika saya ajak berbicara. Namun setelah saya perhatikan kembali di hari-hari setelahnya, orang tersebut memiliki beban kerja yang berat, sehingga membuatnya kelelahan dan menampilkan ekspresi wajah yang kurang mengenakkan. Hal tersebut terbukti ketika saya mengajak bicara di waktu istirahat, ia bisa menampilkan ekspresi yang positif. Maka pada kondisi tersebut, pemikiran saya termasuk dalam kategori asumsi. Selain menganalisis pikiran, kakak juga dapat mencoba membuat alternatif pikiran baru yang bisa menjelaskan situasi yang kakak alami. Tidak perlu yang positif, tapi usahakan bersifat netral. Jika kakak sedang dalam kondisi siap, kakak juga dapat menantang pikiran negatif tersebut dengan membuktikannya secara langsung.
Pada opsi terakhir yaitu aktivasi perilaku, terkadang kita perlu “menipu” tubuh kita yang sebenarnya sedang tidak baik-baik saja secara psikologis. Pada waktu-waktu tertentu kita memang membutuhkan waktu sendiri di tempat yang membuat kita aman, seperti halnya kamar. Namun kita perlu membatasi waktu tersebut agar tidak terlarut dengan melakukan hal sebaliknya, yaitu pergi ke luar dan melakukan aktivitas-aktivitas yang biasanya membuat kita merasa senang. Demikian kak yang bisa saya sampaikan, mohon maaf atas keterbatasannya. Semoga Allah mudahkan untuk melewati kondisi yang sedang kakak alami dan senantiasa memberikan ketenangan hati, aamiin..
Pertama kali diunggah pada 2022-10-03T09:08:29.729Z