Assalamualaikum kak maaf mau tanya
Aku wktu itu prnh nanya d group whatsapp qalboo soal empati
Ada konselor yg mnjawab
Empati ada 2, kognitif dan afektif
Utk afektif kan kita merasakan apa yg dirasakan org lain ya
Nah utk empati perihal berita tdk mnyenangkan sprti KDRT, perselingkuhan kita jd turut merasakan sedih dll.. itu kan jdi trauma yaa ?
Bgaimna menyikapi dgn benar utk empati afektif ini ? Pertanyaan oleh Di***_Si****ni_M***a_3
Jawaban:
Dijawab oleh Indah Kusumaningsih, S.Psi
Wa’alaykumussalam warahmatullah wabarakatuh
Suatu hal yang normal sebagai manusia untuk merasakan empati ketika mengetahui suatu hal yang tidak menyenangkan terjadi pada orang lain. Ketika kita berempati kepada orang lain, itu berarti kita mampu merasakan dan memahami apa yang dirasakan orang lain, seolah-olah kita berada pada posisi tersebut. Sehingga, empati melibatkan perasaan (afektif) dan juga fikiran (kognitif).
Tetapi, empati dapat menjadi toxic ketika kita terlalu mendalami perasaan orang lain dan menginternalisasi hal tersebut kepada diri kita. Kita juga dapat merasa kewalahan dengan masalah orang lain dan tidak memilki waktu untuk diri sendiri.
Agar empati tidak menjadi toxic, beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu
1. Kita harus dapat membedakan emosi dan fikiran milik kita dengan orang lain. Kita memang peduli kepada orang lain, tetapi kita harus belajar memisahkan kehidupan orang lain dan diri sendiri. Kita dapat berdiam sejenak, menanyakan pada diri sendiri apa yang sebenarnya kita rasakan. Manakah perasaan dan kehidupan milik kita dan manakah milik orang lain.
2. Kita bisa merelaksasi diri untuk mengurangi emosi yang tidak nyaman. Relaksasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara ya kak. Misalnya dengan mengambil nafas panjang, berwudhu, dan sebagainya.
Kemudian, kita harus tahu bagaimana cara melihat suatu peristiwa yang dialami orang lain agar peristiwa tersebut menjadi pelajaran bagi kita dan bukan membuat trauma. Misalnya ketika melihat berita KDRT, kita perlu berfikir kritis. Apakah KDRT terjadi pada semua rumah tangga? Karena, faktanya banyak sekali rumah tangga yang harmonis. Kita perlu mencari referensi lain agar pandangan kita menjadi lebih luas. Sebagai umat Islam, sudah sepatutnya kita menjadikan Rasulullah SAW sebagai referensi dalam menjadi kehidupan. Karena, Rasulullah telah memberikan teladan dalam banyak hal, termasuk kehidupan pernikahan. Kita dapat menjadikan kehidupan rumah tangga Rasulullah SAW sebagai teladan kita. Bagaimana Rasulullah berinteraksi dengan istrinya, apa yang Rasulullah lakukan ketika terdapat masalah dengan istrinya, dan sebagainya.
Demikian ya kak. Semoga dapat membantu.
Wassalam
Pertama kali diunggah pada 2022-09-30T23:38:40.688Z